Hati memang sulit untuk di atur.
Hati dalam bahasa Arab adalah Qalbun yang memiliki arti berbalik. Di namai
seperti itu karena sifat hati yang sangat gampang sekali berbolak balik atau
terombang ambing. Hati kita kadang memiliki kadar keimanan kuat kadang juga
lemah. Oleh karena itu kita sangat dianjurkan agar selalu berdoa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى
دِيْنِكَ
Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit
Qalbiy ‘Ala Diinik
Artinya: “Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad dan at
Tirmidzi)
Kembali sesuai judul artikel ini
yaitu tentang sombong. Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak
terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang
belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: “Anak ini belum pernah berbuat
maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak
ini lebih baik dariku.” Ketika kita melihat orang tua, “Orang ini telah beramal
banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik
dariku.”
Ketika kita melihat seorang ‘alim,
kita bisa berkata dalam hati: “Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada
kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga
memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu
kuketahui?” Ketika kita melihat orang bodoh, “Orang ini berbuat dosa karena
kebodohannya, sedangkan aku. Aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu
maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak.” (Diadaptasi dari Ihya’, bab takabbur).
Nah! Terhadap orang yang benar-benar
bodoh saja kita mesti bersikap rendah-hati, bukankah kita pun harus tawaduk
terhadap orang yang hanya kita sangka bodoh?
Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa
sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) dalam do’anya yang patut kita
tiru, awasss… jangan salah mengartikannya ya.. ;) :
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا
، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ
“Yaa Allah hidupkanlah aku dalam
keadaan khusyu’ dan tawadlu’, dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu’ dan
tawadlu’, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang
yang khuysu’ dan tawadlu”. (HR. Ibnu Majjah dan at Tirmidzi).
“SEMOGA BERMANFAAT”
0 komentar:
Post a Comment